Rabu, 14 Januari 2009

mencari uang di internet

http://www.suryapromo.com/motorcyber

Senin, 12 Januari 2009

askep katarak

Senin, 2008 Oktober 20
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KATARAK

Definisi

Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.

Klasifikasi

Katarak dapat diklasifikasikan menjadi :

- katarak Kongenital: Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun

- Katarak Juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun

- Katarak Senil: katarak setelah usia 50 tahun

- Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata

Etiologi

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.

Penyebab katarak lainnya meliputi :

* Faktor keturunan.
* Cacat bawaan sejak lahir.
* Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
* Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
* gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
* gangguan pertumbuhan,
* Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
* Rokok dan Alkohol
* Operasi mata sebelumnya.
* Trauma (kecelakaan) pada mata.
* Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.

Patofisiologi

Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis an: nukleus korteks & kapsul.nukleus mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan bertambahnya usia.disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior & posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna.perubahan fisik & kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam lensa proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang & mengganggu transmisi sinar.teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peranan dalam melindungi lensa dari degenerasi.jumlah enzim akan menurun dg bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita katarak.

Manifestasi Klinik

Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-).

Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.

Gejala umum gangguan katarak meliputi :

* Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
* Peka terhadap sinar atau cahaya.
* Dapat melihat dobel pada satu mata.
* Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
* Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

Pemeriksaan Diagnostik

- Keratometri.

- Pemeriksaan lampu slit.

- Oftalmoskopis.

- A-scan ultrasound (echography).

- Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi.

Pengobatan

Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh diangkat dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan sampai terjadi infeksi.

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi glaukoma dan uveitis.

Tekhnik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.

Komplikasi

- Penyulit yg terjadi berupa : visus tdk akan mencapai 5/5 à ambliopia sensori

- Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus

Pencegahan

Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A dan vit E

DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN

AKTIVITAS/ISTRAHAT

Gejala


:


Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan

NEUROSENSORI

Gejala


:


Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap.

Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.

Tanda


:


Tampak kecoklatan /putih susu pada pupil.

Peningkatan air mata.

NYERI/KENYAMANAN

Gejala


:


Ketidaknyamanan ringan/mata berair

PEMBELAJARAN/PENGAJARAN

Gejala


:


Riwayat keluarga diabetes, gangguan sistem vaskuler.

Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin, diabetes.

Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.

Pertimbangan rencana pemulangan





DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat:4,2 hari (biasanya dilakukan sebagai prosedur pasien rawat jalan)..

Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan makanan, perawatan/pemeliharaan rumah.

PRIORITAS KEPERAWATAN

1. Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut

2. meningkatkan adaptasi terhadap perubahan/penurunan ketajaman penglihatan.

3. mencegah komplikasi.

4. memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.

TUJUAN PEMULANGAN

1. penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin
2. pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif.
3. komplikasi dicegah/minimal.
4. proses penyakit/prognosis dan program terapi dipahami.

A. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra, dan post operasi) adalah:

1. Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan

2. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedure tindakan invasiv insisi jaringan tubuh

3. Nyeri berhubungan dengan perlukaan sekunder operasi miles prosedur

B. PERENCANAAN KEPERAWATAN

1. Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan

Tujuan/kriteria evaluasi:

§ Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.

§ Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.

§ Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan

INTERVENSI


RASIONAL

1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.

2. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.

3. Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien

4. Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.

5. Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan

6. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunakan.



1. Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.

2. mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.

3. mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.

4. meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.

5. mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan .

6. mengurangi perasaan takut dan cemas.

2. Nyeri berhubungan dengan perlukaan sekunder operasi miles prosedur

Tujuan/kriteria evaluasi:

§ Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang

§ Tidak merintih atau menangis

§ Ekspresi wajah rileks

§ Klien mampu beristrahat dengan baik.

INTERVENSI


RASIONAL

1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri (skala 0-10).

2. Motivasi untuk melakukan teknik pengaturan nafas dan mengalihkan perhatian.

3. Hindari sentuhan seminimal mungkin untuk mengurangi rangsangan nyeri.

4. Berikan analgetik sesuai dengan program medis.


1. Untuk membantu mengetahui derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic sehingga memudahkan dalam memberi tindakan.

2. Tehnik relaksasi dapat mengurangi rangsangan nyeri.

3. Sentuhan dapat meningkatkan rangsangan nyeri.

4. Analgesik membantu memblok nyeri.

3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedure tindakan invasiv insisi jaringan tubuh (miles prosedur)

Tujuan/kriteria evalusi:

§ Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar.

INTERVENSI


RASIONAL

1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan secara tepat.

2. Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar

3. Jaga area kesterilan luka operasi

4. Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat luka

5. Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis



1. Melindungi klien dari sumber-sumber infeksi, mencegah infeksi silang.

2. mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen infektious.

3. mencegah dan mengurangi transmisi kuman

4. mencegah kontaminasi patogen

5. mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC: Jakarta.

http://www.shoutmix.com/

www.jakarta-eye-center.com

Arif, mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius.: Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC: Jakarta

Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

askep ca mamea (askep kanker panyudara)

ASKEP KANKER PAYUDARA
Ditulis pada januari 13 2008 oleh musa febriyansyah
1.
1. Pengertian
1. Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak ataupun di atas tulang belikat. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit. (Erik T, 2005, hal : 39-40)
2. Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi ganas. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Harianto, dkk)
2. Etiologi
Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker payudara, yaitu :
1.
1.
1. Tinggi melebihi 170 cm
Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker payudara karena pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya perubahan struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya berubah ke arah sel ganas.
1.
1.
1. Masa reproduksi yang relatif panjang.
1. Menarche pada usia muda dan kurang dari usia 10 tahun.
2. Wanita terlambat memasuki menopause (lebih dari usia 60 tahun)
2. Wanita yang belum mempunyai anak
Lebih lama terpapar dengan hormon estrogen relatif lebih lama dibandingkan wanita yang sudah punya anak.
1.
1.
1. Kehamilan dan menyusui
Berkaitan erat dengan perubahan sel kelenjar payudara saat menyusui.
1.
1.
1. Wanita gemuk
Dengan menurunkan berat badan, level estrogen tubuh akan turun pula.
1.
1.
1. Preparat hormon estrogen
Penggunaan preparat selama atau lebih dari 5 tahun.
1.
1.
1. Faktor genetik
Kemungkinan untuk menderita kanker payudara 2 – 3 x lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita kanker payudara.
(Erik T, 2005, hal : 43-46)
1.
1. Anatomi fisiologi
1. Anatomi payudara
Secara fisiologi anatomi payudara terdiri dari alveolusi, duktus laktiferus, sinus laktiferus, ampulla, pori pailla, dan tepi alveolan. Pengaliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke aksila. Sebagian lagi ke kelenjar parasternal terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula pengaliran yang ke kelenjar interpektoralis.
1.
1.
1. Fisiologi payudara
Payudara mengalami tiga perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas, sampai ke klimakterium dan menopause. Sejak pubertas pengaruh ekstrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga hormon hipofise, telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur menstruasi. Sekitar hari kedelapan menstruasi payudara jadi lebih besar dan pada beberapa hari sebelum menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimal. Kadang-kadang timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan. Pada waktu itu pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena kontras kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi waktu hamil dan menyusui. Pada kehamilan payudara menjadi besar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu. (Samsuhidajat, 1997, hal : 534-535)
1.
1. Insiden
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa lima besar kanker di dunia adalah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus besar dan kanker lambung dan kanker hati. Sementara data dari pemeriksaan patologi di Indonesia menyatakan bahwa urutan lima besar kanker adalah kanker leher rahim, kanker payudara, kelenjar getah bening, kulit dan kanker nasofaring (Anaonim, 2004).
Angka kematian akibat kanker payudara mencapai 5 juta pada wanita. Data terakhir menunjukkan bahwa kematian akibat kanker payudara pada wanita menunjukkan angka ke 2 tertinggi penyebab kematian setelah kanker rahim. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Harianto, dkk).
1.
1. Patofisiologi
Kanker payudara bukan satu-satunya penyakit tapi banyak, tergantung pada jaringan payudara yang terkena, ketergantungan estrogennya, dan usia permulaannya. Penyakit payudara ganas sebelum menopause berbeda dari penyakit payudara ganas sesudah masa menopause (postmenopause). Respon dan prognosis penanganannya berbeda dengan berbagai penyakit berbahaya lainnya.
Beberapa tumor yang dikenal sebagai “estrogen dependent” mengandung reseptor yang mengikat estradiol, suatu tipe ekstrogen, dan pertumbuhannya dirangsang oleh estrogen. Reseptor ini tidak manual pada jarngan payudara normal atau dalam jaringan dengan dysplasia. Kehadiran tumor “Estrogen Receptor Assay (ERA)” pada jaringan lebih tinggi dari kanker-kanker payudara hormone dependent. Kanker-kanker ini memberikan respon terhadap hormone treatment (endocrine chemotherapy, oophorectomy, atau adrenalectomy). (Smeltzer, dkk, 2002, hal : 1589)
1.
1. Gejala klinik
Gejala-gejala kanker payudara antara lain, terdapat benjolan di payudara yang nyeri maupun tidak nyeri, keluar cairan dari puting, ada perlengketan dan lekukan pada kulit dan terjadinya luka yang tidak sembuh dalam waktu yang lama, rasa tidak enak dan tegang, retraksi putting, pembengkakan lokal. (http//www.pikiran-rakyat.com.jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, Harianto, dkk)
Gejala lain yang ditemukan yaitu konsistensi payudara yang keras dan padat, benjolan tersebut berbatas tegas dengan ukuran kurang dari 5 cm, biasanya dalam stadium ini belum ada penyebaran sel-sel kanker di luar payudara. (Erik T, 2005, hal : 42)
1.
1. Klasifikasi kanker payudara
1. Tumor primer (T)
1. Tx : Tumor primer tidak dapat ditentukan
2. To : Tidak terbukti adanya tumor primer
3. Tis : Kanker in situ, paget dis pada papila tanpa teraba tumor
4. T1 : Tumor < 2 cm
T1a : Tumor < 0,5 cm
T1b : Tumor 0,5 – 1 cm
T1c : Tumor 1 – 2 cm
1. T2 : Tumor 2 – 5 cm
2. T3 : Tumor diatas 5 cm
3. T4 : Tumor tanpa memandang ukuran, penyebaran langsung ke dinding thorax atau kulit.
T4a : Melekat pada dinding dada
T4b : Edema kulit, ulkus, peau d’orange, satelit
T4c : T4a dan T4b
T4d : Mastitis karsinomatosis
1.
1.
1. Nodus limfe regional (N)
1. Nx : Pembesaran kelenjar regional tidak dapat ditentukan
2. N0 : Tidak teraba kelenjar axila
3. N1 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang tidak melekat.
N2 : Teraba pembesaran kelenjar axila homolateral yang melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan sekitarnya.
N3 : Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral
1.
1.
1. Metastas jauh (M)
1. Mx : Metastase jauh tidak dapat ditemukan
2. M0 : Tidak ada metastase jauh
3. M1 : Terdapat metastase jauh, termasuk kelenjar subklavikula
Stadium kanker payudara :
1. Stadium I : tumor kurang dari 2 cm, tidak ada limfonodus terkena (LN) atau penyebaran luas.
2. Stadium IIa : tumor kurang dari 5 cm, tanpa keterlibatan LN, tidak ada penyebaran jauh. Tumor kurang dari 2 cm dengan keterlibatan LN
3. Stadium IIb : tumor kurang dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. Tumor lebih besar dari 5 cm tanpa keterlibatan LN
4. Stadium IIIa : tumor lebih besar dari 5 cm, dengan keterlibatan LN. semua tumor dengan LN terkena, tidak ada penyebaran jauh
5. Stadium IIIb : semua tumor dengan penyebaran langsung ke dinding dada atau kulit semua tumor dengan edema pada tangan atau keterlibatan LN supraklavikular.
6. Stadium IV : semua tumor dengan metastasis jauh.
(Setio W, 2000, hal : 285)
1.
1. Pemeriksaan diagnostik
1. Mammagrafi, yaitu pemeriksaan yang dapat melihat struktur internal dari payudara, hal ini mendeteksi secara dini tumor atau kanker.
2. Ultrasonografi, biasanya digunakan untuk membedakan tumor sulit dengan kista.
3. CT. Scan, dipergunakan untuk diagnosis metastasis carsinoma payudara pada organ lain
4. Sistologi biopsi aspirasi jarum halus
5. Pemeriksaan hematologi, yaitu dengan cara isolasi dan menentukan sel-sel tumor pada peredaran darah dengan sendimental dan sentrifugis darah.
(Michael D, dkk, 2005, hal : 15-66)
1.
1. Pencegahan
Perlu untuk diketahui, bahwa 9 di antara 10 wanita menemukan adanya benjolan di payudaranya. Untuk pencegahan awal, dapat dilakukan sendiri. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan sehabis selesai masa menstruasi. Sebelum menstruasi, payudara agak membengkak sehingga menyulitkan pemeriksaan. Cara pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Berdirilah di depan cermin dan perhatikan apakah ada kelainan pada payudara. Biasanya kedua payudara tidak sama, putingnya juga tidak terletak pada ketinggian yang sama. Perhatikan apakah terdapat keriput, lekukan, atau puting susu tertarik ke dalam. Bila terdapat kelainan itu atau keluar cairan atau darah dari puting susu, segeralah pergi ke dokter.
2. Letakkan kedua lengan di atas kepala dan perhatikan kembali kedua payudara.
3. Bungkukkan badan hingga payudara tergantung ke bawah, dan periksa lagi.
4. Berbaringlah di tempat tidur dan letakkan tangan kiri di belakang kepala, dan sebuah bantal di bawah bahu kiri. Rabalah payudara kiri dengan telapak jari-jari kanan. Periksalah apakah ada benjolan pada payudara. Kemudian periksa juga apakah ada benjolan atau pembengkakan pada ketiak kiri.
5. Periksa dan rabalah puting susu dan sekitarnya. Pada umumnya kelenjar susu bila diraba dengan telapak jari-jari tangan akan terasa kenyal dan mudah digerakkan. Bila ada tumor, maka akan terasa keras dan tidak dapat digerakkan (tidak dapat dipindahkan dari tempatnya). Bila terasa ada sebuah benjolan sebesar 1 cm atau lebih, segeralah pergi ke dokter. Makin dini penanganan, semakin besar kemungkinan untuk sembuh secara sempurna. Lakukan hal yang sama untuk payudara dan ketiak kanan (www.vision.com jam 10.00, Minggu Tanggal 29-8-2005, sumber : Ramadhan)
1.
1. Penanganan
1. Pembedahan
1.
1. Mastektomi parsial (eksisi tumor lokal dan penyinaran). Mulai dari lumpektomi sampai pengangkatan segmental (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena).
2. Mastektomi total dengan diseksi aksial rendah seluruh payudara, semua kelenjar limfe dilateral otocpectoralis minor.
3. Mastektomi radikal yang dimodifikasi
Seluruh payudara, semua atau sebagian besar jaringan aksial
1.
1. Mastektomi radikal
Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor dibawahnya : seluruh isi aksial.
1.
1. Mastektomi radikal yang diperluas
Sama seperti mastektomi radikal ditambah dengan kelenjar limfe mamaria interna.
1.
1.
1. Non pembedahan
1. Penyinaran
Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut; pada metastase tulang, metastase kelenjar limfe aksila.
1. Kemoterapi
Adjuvan sistematik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang lanjut.
1. Terapi hormon dan endokrin
Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, antiestrogen, coferektomi adrenalektomi hipofisektomi.
(Smeltzer, dkk, 2002, hal : 1596 - 1600)
1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta review catatan sebelumnya.
Langkah-langkah pengkajian yang sistemik adalah pengumpulan data, sumber data, klasifikasi data, analisa data dan diagnosa keperawatan.
1.
1.
1. Pengumpulan data
Adalah bagian dari pengkajian keperawatan yang merupakan landasan proses keperawatan. Kumpulan data adalah kumpulan informasi yang bertujuan untuk mengenal masalah klien dalam memberikan asuhan keperawatan .
1.
1.
1. Sumber data
Data dapat diperoleh melalui klien sendiri, keluarga, perawat lain dan petugas kesehatan lain baik secara wawancara maupun observasi.
Data yang disimpulkan meliputi :
1.
1.
1.
1. Data biografi /biodata
Meliputi identitas klien dan identitas penanggung antara lain : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
1.
1.
1.
1. Riwayat keluhan utama.
Riwayat keluhan utama meliputi : adanya benjolan yang menekan payudara, adanya ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak, nyeri.
1.
1.
1.
1. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama .
1.
1.
1.
1. Pengkajian fisik meliputi :
1.
1. Keadaan umum
2. Tingkah laku
3. BB dan TB
4. Pengkajian head to toe
2. Pemeriksaan laboratorium
1.
1. Pemeriksaan darah hemoglobin biasanya menurun, leukosit meningkat, trombosit meningkat jika ada penyebaran ureum dan kreatinin.
2. Pemeriksaan urine, diperiksa apakah ureum dan kreatinin meningkat.
3. Tes diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita carsinoma mammae adalah sinar X, ultrasonografi, xerora diagrafi, diaphanografi dan pemeriksaan reseptor hormon.
3. Pengkajian pola kebiasaan hidup sehari-hari meliputi :
1.
1. Nutrisi
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat sebelum dan sesudah masuk RS.
1.
1. Eliminasi
Kebiasaan BAB / BAK, frekuensi, warna, konsistensi, sebelum dan sesudah masuk RS.
1.
1.
1.
1. Istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur, lamanya tidur dalam sehari sebelum dan sesudah sakit.
1.
1.
1.
1. Personal hygiene
1.
1. Frekuensi mandi dan menggosok gigi dalam sehari
2. Frekuensi mencuci rambut dalam seminggu
3. Dikaji sebelum dan pada saat di RS
2. Identifikasi masalah psikologis, sosial dan spritual
1. Status psikologis
Emosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap cepat sembuh, merasa asing tinggal di RS, merasa rendah diri, mekanisme koping yang negatif.
1.
1.
1.
1.
1. Status sosial
Merasa terasing dengan akibat klien kurang berinteraksi dengan masyarakat lain.
1.
1.
1.
1.
1. Kegiatan keagamaan
Klien mengatakan kegiatan shalat 5 waktu berkurang.
1.
1.
1.
1. Klasifikasi Data
Data pengkajian :
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1. Data subyektif
Data yang diperoleh langsung dari klien dan keluarga, mencakup hal-hal sebagai berikut : klien mengatakan nyeri pada payudara, sesak dan batuk, nafsu makan menurun, kebutuhan sehari-hari dilayani di tempat tidur, harapan klien cepat sembuh, lemah, riwayat menikah, riwayat keluarga.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1. Data obyektif
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau penunjang meliputi : asimetris payudara kiri dan kanan, nyeri tekan pada payudara, hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.
1.
1.
1. Analisa Data
Merupakan proses intelektual yang merupakan kemampuan pengembangan daya pikir yang berdasarkan ilmiah, pengetahuan yang sama dengan masalah yang didapat pada klien.
1.
1. Diagnosa keperawatan
1.
1. Nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi lengan/bahu.
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan gambaran tubuh.
4. Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
6. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan serta pengobatan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake tidak adekuat.
1.
1. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah pengembangan dari pencatatan perencanaan perawatan untuk memenuhi kebutuhan klien yang telah diketahui.
Pada perencanaan meliputi tujuan dengan kriteria hasil, intervensi, rasional, implementasi dan evaluasi.
1.
1.
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya penekanan massa tumor ditandai dengan :
1. DS : - Klien mengeluh nyeri pada sekitar payudara sebelah kiri menjalar ke kanan.
2. DO : - Klien nampak meringis
- Klien nampak sesak
- Nampak luka di verban pada payudara sebelah kiri
Tujuan : Nyeri teratasi.
Kriteria :
1.
1.
1.
1.
1.
1. Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
2. Nyeri tekan tidak ada
3. Ekspresi wajah tenang
4. Luka sembuh dengan baik
Intervensi :
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1. Kaji karakteristik nyeri, skala nyeri, sifat nyeri, lokasi dan penyebaran.
Rasional : Untuk mengetahui sejauhmana perkembangan rasa nyeri yang dirasakan oleh klien sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk intervensi selanjutnya.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1. Beri posisi yang menyenangkan.
Rasional : Dapat mempengaruhi kemampuan klien untuk rileks/istirahat secara efektif dan dapat mengurangi nyeri.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1. Anjurkan teknik relaksasi napas dalam.
Rasional : Relaksasi napas dalam dapat mengurangi rasa nyeri dan memperlancar sirkulasi O2 ke seluruh jaringan.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1. Ukur tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan tanda-tanda vital dapat menjadi acuan adanya peningkatan nyeri.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1.
1. Penatalaksanaan pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat memblok rangsangan nyeri sehingga dapat nyeri tidak dipersepsikan.
1.
1.
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi lengan/bahu.
Ditandai dengan :
1.
1.
1.
1.
1.

1. DS :
• Klien mengeluh sakit jika lengan digerakkan.
• Klien mengeluh badan terasa lemah.
• Klien tidak mau banyak bergerak.
1.
1.
1.
1.
1.

1. DO : klien tampak takut bergerak.
Tujuan : Klien dapat beraktivitas
Kriteria :
1. Klien dapat beraktivitas sehari – hari.
2. Peningkatan kekuatan bagi tubuh yang sakit.
Intervensi :
1.
1.
1.
1.
1.

1.
1.
1. Latihan rentang gerak pasif sesegera mungkin.
Rasional : Untuk mencegah kekakuan sendi yang dapat berlanjut pada keterbatasan gerak.
1.
1.
1.
1.
1.

1.
1.
1. Bantu dalam aktivitas perawatan diri sesuai keperluan
Rasional : Menghemat energi pasien dan mencegah kelelahan.
1.
1.
1.
1.
1.

1.
1.
1. Bantu ambulasi dan dorong memperbaiki postur.
Rasional : Untuk menghindari ketidakseimbangan dan keterbatasan dalam gerakan dan postur.
c. Kecemasan berhubungan dengan perubahan gambaran tubuh.
Ditandai dengan :
1. DS :
• Klien mengatakan takut ditolak oleh orang lain.
• Ekspresi wajah tampak murung.
• Tidak mau melihat tubuhnya.
1. DO : klien tampak takut melihat anggota tubuhnya.
Tujuan : Kecemasan dapat berkurang.
Kriteria :
1. Klien tampak tenang
2. Mau berpartisipasi dalam program terapi
Intervensi :
1. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : Proses kehilangan bagian tubuh membutuhkan penerimaan, sehingga pasien dapat membuat rencana untuk masa depannya.
1. Diskusikan tanda dan gejala depresi.
Rasional : Reaksi umum terhadap tipe prosedur dan kebutuhan dapat dikenali dan diukur.
1. Diskusikan tanda dan gejala depresi
Rasional : Kehilangan payudara dapat menyebabkan perubahan gambaran diri, takut jaringan parut, dan takut reaksi pasangan terhadap perubahan tubuh.
1. Diskusikan kemungkinan untuk bedah rekonstruksi atau pemakaian prostetik.
Rasional : Rekonstruksi memberikan sedikit penampilan yang lengkap, mendekati normal.
d. Gangguan harga diri berhubungan dengan kecacatan bedah
Ditandai dengan :
1) DS : klien mengatakan malu dengan keadaan dirinya
2) DO :
• Klien jarang bicara dengan pasien lain
• Klien nampak murung.
Tujuan : klien dapat menerima keadaan dirinya.
Kriteria :

o

1. Klien tidak malu dengan keadaan dirinya.
2. Klien dapat menerima efek pembedahan.
Intervensi :
1.
1.
1.
1. Diskusikan dengan klien atau orang terdekat respon klien terhadap penyakitnya.
Rasional : membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah
1.
1.
1.
1. Tinjau ulang efek pembedahan
Rasional : bimbingan antisipasi dapat membantu pasien memulai proses adaptasi.
1.
1.
1.
1. Berikan dukungan emosi klien.
Rasional : klien bisa menerima keadaan dirinya.
1.
1.
1.
1. Anjurkan keluarga klien untuk selalu mendampingi klien.
Rasional : klien dapat merasa masih ada orang yang memperhatikannya.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi.
Ditandai dengan :
1. DS : Klien mengeluh nyeri pada daerah sekitar operasi.
2. DO :
• Adanya balutan pada luka operasi.
• Terpasang drainase
• Warna drainase merah muda
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria :
1. Tidak ada tanda – tanda infeksi.
2. Luka dapat sembuh dengan sempurna.
Intervensi :
1. Kaji adanya tanda – tanda infeksi.
Rasional : Untuk mengetahui secara dini adanya tanda – tanda infeksi sehingga dapat segera diberikan tindakan yang tepat.
1. Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah prosedur tindakan.
Rasional : Menghindari resiko penyebaran kuman penyebab infeksi.
1. Lakukan prosedur invasif secara aseptik dan antiseptik.
Rasional : Untuk menghindari kontaminasi dengan kuman penyebab infeksi.
1. Penatalaksanaan pemberian antibiotik.
Rasional : Menghambat perkembangan kuman sehingga tidak terjadi proses infeksi.
f. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan serta pengobatan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Ditandai dengan :
1. DS : Klien sering menanyakan tentang penyakitnya.
2. DO : Ekspresi wajah murung/bingung.
Tujuan : Klien mengerti tentang penyakitnya.
Kriteria :
1. Klien tidak menanyakan tentang penyakitnya.
2. Klien dapat memahami tentang proses penyakitnya dan pengobatannya.
Intervensi :
1. Jelaskan tentang proses penyakit, prosedur pembedahan dan harapan yang akan datang.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar, dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi, dan dapat berpartisipasi dalam program terapi.
1. Diskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, nutrisi, makanan dan pemasukan cairan yang adekuat.
Rasional : Memberikan nutrisi yang optimal dan mempertahankan volume sirkulasi untuk mengingatkan regenerasi jaringan atau proses penyembuhan.
1. Anjurkan untuk banyak beristirahat dan membatasi aktifitas yang berat.
Rasional : Mencegah membatasi kelelahan, meningkatkan penyembuhan, dan meningkatkan perasaan sehat.
1. Anjurkan untuk pijatan lembut pada insisi/luka yang sembuh dengan minyak.
Rasional : Merangsang sirkulasi, meningkatkan elastisitas kulit, dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan rasa pantom payudara.
1. Dorong pemeriksaan diri sendiri secara teratur pada payudara yang masih ada. Anjurkan untuk Mammografi.
Rasional : Mengidentifikasi perubahan jaringan payudara yang mengindikasikan terjadinya/berulangnya tumor baru.
g. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, ditandai dengan :
1. DS :
• Klien mengeluh nafsu makan menurun
• Klien mengeluh lemah.
1. DO :
1.
1.
1.
1.
 Setengah porsi makan tidak dihabiskan
 Klien nampak lemah.
 Nampak terpasang cairan infus 32 tetes/menit.
 Hb 10,7 gr %.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
1. Nafsu makan meningkat
2. Klien tidak lemah
3. Hb normal (12 – 14 gr/dl)
Intervensi :
1. Kaji pola makan klien
Rasional : Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi klien dan merupakan asupan dalam tindakan selanjutnya.
1. Anjurkan klien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : dapat mengurangi rasa kebosanan dan memenuhi kebutuhan nutrisi sedikit demi sedikit.
1. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan mulut dan gigi.
Rasional : agar menambah nafsu makan pada waktu makan.
1. Anjurkan untuk banyak makan sayuran yang berwarna hijau.
Rasional : sayuran yang berwarna hijau banyak mengandung zat besi penambah tenaga.
1. Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien
Rasional : partisipasi keluarga dpat meningkatkan asupan nutrisi untuk kebutuhan energi.
1.
1. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien.
Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.
1.
1. Evaluasi
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan.
Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.
Daftar Pustaka:
Doenges M., (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta
Dixon M., dkk, (2005), Kelainan Payudara, Cetakan I, Dian Rakyat, Jakarta.
Mansjoer, dkk, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta.
Sjamsuhidajat R., (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC, Jakarta
Tapan, (2005), Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplementer, Elex Media Komputindo, Jakarta.